Oleh Eduardo Galeano; Alihbahasa Mahfud Ikhwan
Nelson Mandela bebas, setelah menghabiskan duapuluh tujuh tahun di penjara akibat bangga menjadi orang hitam di Afrika Selatan. Di Kolumbia, kandidat presiden kiri Bernardo Jaramillo terbaring sekarat karena peluru seorang pembunuh, dan dari atas helikopter polisi menembak pedagang obat bius Rodriguez Gacha, salah satu dari sepuluh orang terkaya di dunia. Luka menganga atas demokrasi di Chile mengering, namun Jenderal Pinochet, di atas tampuk kepemimpinan militer, terus mengawasi para politisi dan mengekang mereka. Fujimori, dengan menunggang traktor, mengalahkan Vargas Llosa dalam pemilu Peru. Di Nikaragua, kaum Sandinista kalah dalam pemilu, terjungkal karena kelelahan didera sepuluh tahun perang melawan pemberontak bersenjata yang dilatih oleh Amerika Serikat, sementara Amerika Serikat memulai pencaplokan baru atas Panama mengikuti sukses duapuluh tahun pertama penyerbuan atas negara tersebut.
Di Polandia, pemimpin buruh Lech Walesa, seorang yang saleh, meninggalkan penjara dan masuk ke pemerintahan. Di Moskow, kerumunan berbaris antri di depan pintu McDonald. Tembok Berlin dijual dalam bentuk serpihan, bersamaan dengan unifikasi atas dua Jerman dan mulainya perpecahan di Yugoslavia. Kebangkitan rakyat mengakhiri rejim Ceaucescu di Rumania, dan diktator veteran itu, yang suka menyebut dirinya “Danube Biru Sosialisme”, dieksekusi. Di seantero Timur Eropa, birokrat-birokrat tua malih rupa menjadi wirausahawan-wirausahawan baru, sementara derek-derek mendongkel patung-patung Marx, yang tak tahu caranya bilang, “Salahku apa?” Sumber informasi terpercaya di Miami mengumumkan tentang pasti jatuhnya Fidel Castro, hanya soal waktu saja. Di atas langit sana, satelit-satelit angkasa menyambangi Venus dan mengintainya diam-diam, sementara di bumi, di Italia, Piala Dunia keempatbelas sedang dimulai.
Empatbelas tim dari daratan Eropa dan enam dari benua Amerika ambil bagian, ditambah Mesir, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan Kamerun, yang mencengangkan dunia dengan mengalahkan Argentina pada pertandingan pertama dan bermain gagah berani melawan Inggris. Milla, seorang veteran empatpuluh tahun, menjadi kendang pertama dimulainya tetabuhan Afrika.
Maradona, dengan satu kaki bengkak seperti labu, melakukan yang terbaik untuk memimpin timnya. Anda bisa mendengar alunan tango. Setelah kalah dari Kamerun, Argentina bermain imbang melawan Rumania dan Italia, dan hampir kalah melawan Brazil. Brazil mendominasi keseluruhan laga, sampai Maradona, dengan kaki sebelah, mengelabui tiga pengawalnya di lapangan tengah dan merancang peluang untuk Canigia, yang menceploskan bola sebelum Anda sempat bernafas.
Argentina menghadapi Jerman di final, persis seperti Piala Dunia sebelumnya. Namun, Jerman kali ini menang 1-0 berkat penalti siluman dan kecerdikan melatih Beckenbauer.
Italia merebut tempat ketiga, dan Inggris keempat. Schillaci dari Italia memimpin daftar pencetak gol dengan enam gol, diikuti Skuhravy dari Cekoslowakia dengan lima gol. Kejuaran ini, pertunjukan sepakbola yang membosankan dan tanpa keberanian dan keindahan, punya rerata gol terendah dalam sejarah Piala Dunia.
*diterjemahkan dari Soccer in Sun and Shadow; trans. Mark Fried; Verso, 2003.
0 Response to "Piala Dunia a la Galeano XIV: Piala Dunia 1990*"
Posting Komentar